Jadi Kristen Hijau Dengan Ekologikal Agama

Jadi Kristen Hijau Dengan Ekologikal Agama – Gugatan sejarawan Lynn Townsend White, Jr telah diperhatikan secara luas oleh para teologis kristen yang lebih maju. Darinya muncul pengusung ekotheologi yang secara mudah mendasarkan diri pada konsep-konsep yang diangkat dari agama Hindu atau Budha yang kini telah menjadi populer di beberapa kalangan Baby Boomer.

Orang-orang yang dicemooh neo-pagan ini dengan riang menerima julukan “para pemeluk pohon” dan mengatakan bahwa mereka dilahirkan “hijau.” Dan, yang paling mengejutkan, agama Kristen telah mulai menerima sisi hijau itu. Para teolog saat ini rutin berbicara tentang “penatalayanan” – sebuah doktrin tentang tanggung jawab manusia untuk dunia alami yang menyatukan interpretasi dari bagian-bagian Alkitab dengan ajaran kontemporer tentang keadilan sosial.

Pada bulan November 1979, belasan tahun setelah esai White, Paus Yohanes Paulus II secara resmi menunjuk Francis of Assisi sebagai santo pelindung para ahli ekologi. Selama dua dasawarsa berikutnya, Paus Paulus berulang kali membahas dengan penuh semangat kewajiban moral umat katolik “untuk memelihara semua Ciptaan” dan berpendapat bahwa “menghormati kehidupan dan martabat pribadi manusia artinya juga menghormati ke seluruh Ciptaan, yang disebut bergabung dengan manusia dalam memuji Tuhan.” Penggantinya, Paus Benediktus XVI, juga telah berbicara tentang lingkungan, meskipun kurang menggetarkan. Seorang koresponden untuk National Catholic Reporter, menjelaskan “sepertinya luar biasa. Benediktus menerima begitu saja bahwa para pendengarnya akan mengenali lingkungan sebagai objek kepentingan Kristen yang sah. Apa yang diungkapkan dengan nada yang sebenarnya, dengan kata lain, adalah sejauh mana Katolik telah “menjadi katolik hijau.”

Protestan Amerika juga telah berubah hijau. Banyak jemaat membangun “gereja hijau” lalu jadi kristen hijau – memilih untuk memuliakan Tuhan bukan dengan mendirikan tempat-tempat suci yang menjulang tetapi dengan membangun rumah ibadah yang lebih hemat energi. Di beberapa denominasi, program daur ulang atau nampak biasa. Perayaan Hari Bumi yang disponsori Gereja juga tersebar luas, mereka melakukan kampanye hingga membuat jaringan online menyebarkan pesan-pesan kristus tentang theoekologi.

Bahkan beberapa evangelis beralih jadi theoekologi jadi evangelis lingkungan. Luis E. Lugo, direktur Forum PEW tentang Agama dan Kehidupan Publik, berbicara tentang “sensitivitas lingkungan yang lebih luas”:

Setelah diterjemahkan ke dalam istilah Alkitab, [evangelikal] mengambil spanduk lingkungan menggunakan frasa yang selaras dengan komunitas – “Ciptaan peduli.” Itu segera menempatkannya dalam konteks evangelis daripada argumen empiris tentang lingkungan. “Ini adalah dunia yang diciptakan Tuhan. Tuhan memberi Anda mandat untuk merawat dunia ini. ” Ini adalah daya tarik agama yang sangat langsung.

Penghijauan ala evangelis secara luas malah ada yang coba menekan. Utamanya dari para pemimpin evangelikal konservatif yang tetap mewaspadai agenda environmentalisme dan setiap serangan terhadap kecakapan industri yang dapat dilihat sebagai melemahkan kebesaran nasional Amerika. Banyak kaum evangelis semacam itu digolongkan oleh kritik para pemerhati lingkungan atas penggambaran Kitab Kejadian tentang pengkhiatan manusia dalam tatanan alam yang berbuah murka Tuhan. Karena kaum injili lebih waspada terhadap tanda-tanda penyembahan berhala dibanding pengelolaan alam semesta.

Sejauh ini kaum evangelis di lapangan dan pencinta lingkungan sebenarnya saling menjangkau, agar ada manfaat bagi masing-masing pihak. Untuk gereja-gereja dengan jemaat yang menua, isu-isu hijau dilaporkan membantu menarik anggota baru yang lebih muda ke bangku gereja. Dan apa yang diharapkan oleh aktivis lingkungan dengan merekrut gereja untuk tujuan mereka? “Jadi prajurit llingkungan yang martir”.